Limbah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit dapat berupa limbah padat, limbah cair dan limbah gas.
Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong (TKKS), decanter solid, serat dan tempurung. Pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton TBS per jam dan setiap hari beroperasi 20 jam akan menghasilkan 258 ton tandan kosong per hari atau 92.880 ton TKKS per tahun. Bila diasumsikan kepadatan tumpukan tandan kosong adalah 0,625 Ton/M³, maka sejumlah 58.050 m³ TKKS perlu ditangani setiap tahunnya. Jumlah TKKS ini setara dengan tumpukan tankos setinggi 5 meter sebanyak lebih dari 2 kali lapangan sepak bola.
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)
LCPKS yang dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi,
dan dari hidrosiklon. Setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan limbah cair berkisar antara 600-700 kg. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi dengan kandungan COD sebesar 50.000 mg/l, BOD sebesar 30.000 mg/l, minyak dan lemak sebesar 6.000 mg/l, suspended solid sebesar 59.350 mg/l dan 750 mg/l total nitrogen (Ahmad et al., 2005).
LCPKS berdampak mencemari lingkungan tanah, air dan udara dengan emisi metan yang potensial sebagai
penyebab efek gas rumah kaca, bilamana limbah cair PKS tersebut tidak diolah dengan baik atau sebagai akibat penanganan wastewater treatment plants (WWTP) yang tidak sempurna, sehingga menyebabkan buruknya kualitas limbah cair, bahkan sampai mengalir ke sunggai-sunggai dan menimbulkan masalah lingkungan bagi masyarakat di sekitar pabrik.
Disamping berpotensi mencemari lingkungan, LCPKS memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi yang dapat digunakan untuk membenahi struktur tanah agar menjadi lebih baik dan produktif serta dapat menggantikan penggunaan pupuk kimia (pupuk anorganik).
Adapun kandungan bahan organik yang terdapat pada limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah :
PENGENDALIAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT (LPKS)
Pencemaran lingkungan akibat limbah padat dan limbah cair PKS dapat diatasi dengan cara mengendalikan limbah tersebut. Pencemaran lingkungan akibat limbah cair, dapat diatasi dengan cara mengendalikan limbah cair tersebut secara biologis. Pengendalian secara biologis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri aerob (Tobing et al., 1992). Pada umumnya, sistem pengolahan limbah cair memerlukan areal kolam-kolam yang luas dan waktu penggolahan hingga 75 hari setelah melalui proses pemisahan minyak atau sedimentasi pertama, netralisasi, pemerataan, degradasi anaerobik, degradasi aerobik, akhir sedimentasi dan pengeringan lumpur, sehingga limbah telah memenuhi standard baku mutu yang diharapkan sebagaimana
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 tahun 1995.
System land aplikasi (LA) dan composting
Pengendalian limbah padat dan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan cara memanfaatkan limbah tersebut sebagai bahan baku pupuk umumnya dikenal dengan system land aplikasi (LA) dan system composting. Adapun system composting mekanismenya adalah sebagai berikut
Pengendalian limbah padat dan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan cara memanfaatkan limbah tersebut sebagai bahan baku pupuk umumnya dikenal dengan system land aplikasi (LA) dan system composting. Adapun system composting mekanismenya adalah sebagai berikut
- Proses pencacahan, dimana tankos di cacah dengan mesin pencacah hingga halus.
- Proses pencampuran, dimana tankos yang sudah dicacah halus disiram dengan limbah cair yang berasal dari kolam limbah pabrik kelapa sawit.
- Proses fermentasi atau proses pengkomposan, dimana bahan baku pupuk diletakkan pada hamparan yang luas, kemudian ditutup plastik dan didiamkan hingga 60 hari. Selama proses fermentasi, bahan pupuk tersebut di aduk sebanyak 2 kali seminggu.
- Setelah maksimum 60 hari, pupuk organik sudah matang dan siap dikemas, dan pupuk siap tabur.
Mekanisme pengkomposan seperti di atas masih dirasakan kurang efisien, baik dari segi waktu maupun biaya investasi, mengingat waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi hingga 2,5 bulan dan biaya investasi mesin pengolahan, peralatan dan perlengkapan produksi relatif tinggi. Disamping itu, kualitas pupuk yang dihasilkan masih kurang memuaskan, hal ini dikarenakan kualitas pupuk sangat dipengaruhi oleh iklim dan pengadukkan pada saat pengomposan.
Pemanfaatan limbah PKS sebagai bahan baku pupuk dengan system land aplikasi (LA) dan composting pada beberapa kasus dapat terlihat kelemahannnya dan berdampak buruk bagi tanaman kelapa sawit, baik dalam jangka pendek (kurang dari 1 tahun) maupun jangka panjang. Adapun permasalahan kritis (critical point) pada system LA dan composting antara lain sebagai berikut :
- Bahan baku pupuk yang berupa : (1) decanter solid ; (2) limbah pengendapan yang terdapat pada kolam limbah, baik berupa limbah lumpur maupun limbah cair dan (3) tandan kosong atau abu tandan kosong tidak dapat diaplikasikan langsung pada tanaman kelapa sawit, karena bahan tersebut belum memenuhi syarat sebagai pupuk yang layak tabur. Apabila hal ini tetap dilakukan, maka akan mengakibatkan tanaman menguning, rapuh, patah tenggah dan kering.
- Agar bahan baku pupuk tersebut memenuhi syarat sebagai pupuk yang layak tabur, maka perlu tindakan pemisahan (extract) lemak, kolesterol dan bahan organik lainnya dengan kadar yang masih tinggi dengan cara menambahkan formula bio-activator sebagai bahan penyeimbang unsur hara makro (N,P,K, Ca, Mg dan S) dan hara mikro (Fe, Mn, Cl, Cu, Zn, Mo dan B), sehingga memiliki komposisi yang sesuai untuk dapat diaplikasikan pada tanaman.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete